Jam dinding sudah menunjukan
pukul dua kurang seperempat. Di luar masih gelap. Semua orang sedang terlelap.
Setelah 30 hari dibangunkan saur, ini hari pertama bisa kembali nyenyak tidur.
Seharusnya aku juga sama seperti jutaan orang lain: TIDUR. Tapi mataku sama
sekali jauh dari kantuk.
Mau
apa aku? Apa yang sebaiknya aku lakukan? Shalat malam, sudah. Tilawah alquran,
sudah. Memasak hidangan lebaran, sudah, tinggal nanti dihangatkan saja seusai
pulang shalat Ied. Menyetrika baju, sudah. Mencuci, sudah. Akudan pembantuku
sudah merampungkansegala yang diperlukan untuk menyambut hari lebaran yang
tinggal beberapa jam lagi. Apalagi yang bisa kukerjakan? Rasanya tidak enak
hanya mondar-mandir dari tadi. Mau nonton, tak ada tanyangan bagus di TV.
Huahhh, rasanya bete sekali!
Seharusnya
aku sedang berada di Padang sekarang. Ya. Seharusnya aku pulang,merayakan
lebaran di rumahmasa kecilku—bersama sanak saudara, Ayah dan Ibu. Seharusnya
aku memasak bersama ibu, menemaninya shalat Ied di masjid raya seperti lebaran
ditahun-tahun sebelumnya. Seharusnya aku sungkem pada ibu, mencium tangannya,
memohon maaf atas segala salah dan khilaf. Selama setahun ini aku telah banyak
menyusahkan beliau, yakni dengan bersikap mengabaikan. Aku tak pernah menjenguknya
juga jarang menanyakan kabarnya. Aku terlalu betah di Jakarta, mengisis setiap
detik dengan kesibukan kerja. Kini di hariraya pun aku tak bisa pulang. Aku
berjanji pada ibuku untuk pulang seminggu setelah lebaran, dengan menghindari
arus mudik yang bakal merusak suasana perjalanan.